Seorang mursyid adalah guru yang ucapannya didengarkan, diikuti dan perbuatannya diteladani oleh muridnya. Mursyid memiliki kemampuan untuk melihat penyakit-penyakit yang ada pada jiwa manusia (jiwa muridnya). Imam Al-Ghazali menyatakan bahwa terdapat 2 ilmu yang sangat penting bagi kehidupan umat manusia. Pertama, ilmu kedokteran yaitu untuk mengobati fisik atau jasmani manusia. Kedua, ilmu rohani yaitu untuk mengobati penyakit dalam jiwa manusia. Raga dan jiwa manusia adalah keseluruhan dari manusia itu sendiri, sehingga memerlukan pengobatan-pengobatan apabila salah satu atau dari keduanya terjangkit penyakit. Mursyid tugasnya bukan mengobati penyakit yang bersifat fisik, akan tetapi mengobati ruhani atau jiwa manusia.
Mursyid dalam literatur tasawuf berarti pembimbing spiritual bagi orang-orang yang menempuh jalan khusus untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Adapun tujuan membersihkan jiwa dari sifat-sifat yang tidak layak disandang oleh seseorang adalah untuk mendekati zat Yang Maha Suci dan tanpa merasa menjadi orang yang pernah suci. Seseorang diharuskan mensucikan hatinya karena Allah adalah Maha Suci dan tidak bisa didekati kecuali oleh jiwa yang suci. Maka mursyid terhadap murid membimbing agar menjadi salik, jalan untuk dekat kepada Allah SWT sedekat-dekatnya sehingga berakhlak mulia.
Tugas seorang mursyid adalah membimbing, mendidik dan menempa para salik yang juga disebut murid (orang-orang yang memiliki kesungguhan belajar mengenal Allah) dalam memahami jalan-jalan spiritual menuju Allah. Mursyid dengan tekun menuntun salik. Langkah itu mulai dari proses pembersihan diri (tazkiyah al-nafs) hingga di antara mereka mencapai pemahaman yang mendalam (ma’rifat) terhadap Al-Haq. Tugas dan fungsi mursyid di hadapan para salik menyerupai Rasulullah SAW di depan para sahabatnya. Jika para sahabat dengan tekun dan penuh tawadhu’ di hadapan Rasulullah, para salik juga melakukan hal yang sama di hadapan mursyidnya. Hal ini tergambar pada lukisan ini yaitu seorang mursyid berada dihadapan para muridnya. Sang Mursyid tampak memberikan bimbingan, mendidik dan menempa para salik (murid) sebagaimana tugas dan fungsi seorang mursyid.
Kemursyidan merupakan pemberian dan amanah Allah kepada orang-orang yang sudah digariskan melalui nasab yang mulia. Setetes darah yang mengalir dalam tubuhnya merupakan sebuah ketentuan Allah SWT, tidak dapat “dipesan” oleh yang punya diri, namun tidak semua yang memiliki nasab mulia dapat amanah menjadi mursyid. Ibarat emas yang tersimpan dalam batu, jika ia tidak diambil dari dalam perut bumi kemudian diolah dan ditempa menjadi emas yang berkilau, maka mustahil seseorang yang bernasab mulia akan diberikan amanah untuk mejadi seorang mursyid. “Emas” yang masih dalam perut bumi hanya dapat diambil oleh orang ahli dalam “penambangan” spiritual, karena tanpa itu sebaik-baik apapun “emas” tersebut tidak akan menjadi sesuatu yang bernilai, sebab masih dibalik batu dan terpendam dalam perut bumi. Maka dengan menggunakan perkakas spiritual seorang mursyid akan melahirkan seribu mursyid baik dengan jalan bertemu langsung atau tidak, bahkan cukup hanya bersentuhan secara spiritual yang kuat dan terus menerus.